Ini Kesalahan Pricing yang Bikin Hotel Kamu Sepi Tamu

blog-image

Dalam dunia perhotelan yang semakin kompetitif, strategi pricing bukan lagi sekadar menentukan harga yang “pas” atau mengikuti harga kompetitor. Faktanya, banyak hotel masih melakukan kesalahan dasar yang membuat mereka sulit bersaing, baik di OTA maupun direct channel. Akibatnya? Tingkat hunian turun, ADR tidak naik, dan potensi revenue hilang begitu saja. Berikut adalah kesalahan pricing paling umum yang membuat hotel sepi tamu, sekaligus bagaimana cara menghindarinya.

1. Menetapkan Harga Berdasarkan Feeling, Bukan Data

Salah satu kesalahan terbesar adalah menentukan harga hanya karena “biasanya segitu”, mengikuti pengalaman lama, atau menebak-nebak demand. Padahal demand kamar berubah sangat cepat, dipengaruhi event, hari libur, booking window, preferensi traveler, hingga pola pencarian online.

Tanpa membaca data: Harga bisa terlalu murah (profit hilang), Atau terlalu mahal (low occupancy), Atau tidak berubah padahal pasar berubah setiap hari. Hotel modern harus beralih ke dynamic pricing berbasis data real-time.

2. Mengikuti Harga Kompetitor Tanpa Analisa

Kompetitor naik harga → hotel ikut naik. Kompetitor diskon → hotel ikut diskon.

Meskipun kelihatannya aman, strategi ini berbahaya karena:

  • Kompetitor punya segmentasi berbeda
  • Kualitas kamar tidak sama
  • Demand yang mereka dapat belum tentu sama
  • Mereka bisa menjalankan strategi salah, tapi hotel ikut terseret

Hasilnya? Hotel kehilangan positioning dan margin. Lebih baik gunakan data kompetitor sebagai referensi, bukan penentu.

3. Tidak Menggunakan Dynamic Pricing

Banyak hotel masih pakai flat rate:

  • Weekday = satu harga
  • Weekend = satu harga
  • High season = satu harga

Model ini sudah tidak relevan karena perilaku tamu berubah setiap jam.

Dynamic pricing memungkinkan hotel menyesuaikan rate berdasarkan:

  • Ketersediaan kamar
  • Demand harian
  • Pencarian online
  • Event sekitar
  • Tren kompetitor

Tanpa dynamic pricing, hotel hanya berjalan “manual” dan kehilangan peluang revenue.

4. Terlalu Banyak Diskon di OTA

Banyak hotel terjebak memberi promo besar di OTA berharap okupansi naik. Masalahnya:

  • Margin makin tipis
  • Komisi tetap tinggi
  • Tamu makin terbiasa beli di OTA, bukan website

Jika kebiasaan ini terus berlanjut, hotel makin sulit mendapatkan profit dan strategi direct booking akan sulit berkembang.

5. Rate Website Tidak Lebih Menarik dari OTA

Ini salah satu kesalahan paling fatal.

Idealnya:

  • Website = penawaran terbaik
  • OTA = sebagai kanal tambahan

Tapi banyak hotel justru memasang harga yang sama bahkan lebih mahal di website. Akibatnya tamu memilih OTA, bukan direct.

Agar website menang:

  • Berikan benefit tambahan (free upgrade, breakfast, souvenir, credit)
  • Berikan fleksibilitas pembatalan
  • Tampilkan real-time availability

Jika website tidak dioptimalkan, hotel akan terus kalah dalam ecommerce hotel.

6. Tidak Memiliki Strategi Upsell & Add-On

Revenue tidak berhenti di kamar. Banyak hotel melewatkan peluang dari upsell seperti:

  • Floating breakfast
  • Romantic dinner
  • Spa
  • Airport transfer
  • Early check-in / Late check-out

Upsell bukan hanya menaikkan revenue, tapi juga membangun pengalaman tamu. Hotel yang tidak memanfaatkan upsell akan kehilangan potensi profit 20–30%.

7. Tidak Ada Koordinasi Antara Revenue, Sales & Marketing

Kesalahan pricing sering terjadi karena departemen bekerja sendiri-sendiri.

Contoh:

  • Revenue naikin harga, tapi marketing sedang promo
  • Sales diskon grup, tapi tidak ada penyesuaian di channel manager
  • Advertising jalan, tapi pricing tidak sinkron

Hotel modern harus melihat pricing sebagai bagian dari hotel marketing strategi, bukan hanya pekerjaan revenue.

8. Mengelola Pricing Secara Manual

Terlalu banyak hotel masih mengubah harga secara manual di:

  • OTA
  • Channel Manager
  • Website
  • Grup promo
  • Paket

Ini memakan waktu dan sering terjadi kesalahan (rate parity rusak, harga salah tampil, dll.). Solusi modern seperti sistem dari ecommerceloka memungkinkan:

  • Automasi pricing
  • Rate syncing real-time
  • Forecast demand
  • Optimasi direct booking

Hotel yang sudah memakai automasi jauh lebih cepat dan kompetitif.

Jika hotel sepi tamu, penyebabnya bukan cuma promosi. Bisa jadi pricing yang salah arah. Hindari kesalahan-kesalahan di atas dan terapkan revenue management modern berbasis data, teknologi, dan strategi marketing. Dengan pricing yang tepat, hotel tidak hanya menaikkan occupancy, tapi juga meningkatkan revenue secara berkelanjutan.